Halaman

Jumat, 31 Oktober 2014

[Tulisan 1] Etika Utilitarianisme dalam Bisnis

Etika Utilitarianisme adalah etika yang punya relevasi yang sangat kuat untuk dunia bisnis. Baik etika utilitarianisme maupun kebijaksanaan dan kegiatan bisnis sama-sama bersifat teleologis. Yang berarti, keduanya selalu mengacu pada tujuan dan mendasarkan baik buruknya suatu keputusan (keputusan etis untuk utilitarianisme dan keputusan bisnis untuk kebijaksanaan bisnis) pada tujuan atau akibat atau hasil yang akan diperoleh.

  • Kriteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme
Dalam kerangka etika utilitarianisme, kita dapat merumuskan tiga kriteria objektif yang dapat dijadikan dasar objektif sekaligus norma untuk menilai suatu kebijaksanaan atau tindakan.
  1. Manfaat, bahwa kebijaksanaan atau tindakan yang baik adalah menghasilkan hal yang baik. Sebaliknya, kebijaksanaan atau tindakan yang tidak baik adalah yang mendatangkan kerugian tertentu.
  2. Manfaat terbesar, bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar (atau dalam situasi tertentu lebih besar) dibandingkan dengan kebijaksanaan atau tindakan alternatif lainnya. 
  3. Manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang, suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral kalu tidak hanya mendatangkan manfaat terbesar, melainkan kalau mendatangkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
Atas ketiga kriteria tersebut, secara padat prinsip dalam etika utilitarianisme dapat dirumuskan sebagai berikut: Bertindaklah sedemikian rupa sehingga tindakanmu itu mendatangkan keuntungan sebesar mungkin bagi sebanyak mungkin orang.

  • Nilai Positif Etika Utilitarianisme
Etika Utilitarianisme mempunyai daya tarik tersendiri, yang bahkan melebihi daya tarik etika deontologist. Yang paling mencolok, etika ini tidak memaksakan sesuatu yang asing pada kita. Etika ini justru mensistematisasikan dan memformulasikan secara jelas apa yang menurut pada penganutnya dilakukan oleh kita dalam kehidupan sehari-hari.
Secara lebih khusus, daya tarik yang dimiliki oleh etika utilitarianisme didasarkan pada tiga nilai positif. Ketiganya berkaitan dengan criteria dan prinsip yang telah disebutkan sebelumnya.
  1. Rasionalitas, prinsip moral yang diajukan oleh etika utilitarianisme ini tidak didasarkan pada aturann-aturan kaku yang mungkin tidak kita pahami dan yang tidak bisa kita persoalkan keabsahannya. Ada dasar rasional mengapa kita mengambil dan memilih kebijaksanaan atau tindakan tertentu dan bukan yang lainnya. Etika utilitarianisme bahkan dapat membenarkan suatu tindakan yang secara deontologist tidak etis sebagai tindakan yang baik dan etis, yaitu ketika tujuan atau akbiat dari tindakan itu bermanfaat bagi orang atau sekelompok orang tertentu, atau bahkan bagi banyak orang.
  2. Kebebasan, setiap orang dibiarkan bebas untuk mengambil keputusan dan bertindak dengan hanya memberinya ketiga kriteria objektif dan rasional tadi. Tidak ada paksaan bahwa seseorang harus bertindak sesuai dengan cara tertentu yang mungkin tidak diketahui alasannya mengapa demikian. Jadi, tindakan baik itu kita putuskan dan pilih sendiri berdasarkan kriteria yang rasional dan bukan sekedar mengikuti tradisi, norma, atau perintah tertentu.
  3. Universal, berbeda dengan etika teleologi lain yang menekankan manfaat bagi diri sendiri atau kelompok sendiri, etika utilitarianisme justru mengutamakan manfaat atau akibat baik dari suatu tindakan bagi banyak orang. Karena itu, utilitarianisme tidak bersifat egoistis. Semakin banyak orang yang terkena akibat baik suatu kebijaksanaan atau tindakan, semakin baik tindakan tersebut. Dasar pemikirannya adalah bahwa kepentingan semua orang sama bobotnya. Ini terkait dengan alasan ontologism bahwa semua orang sama harkat dan martabatnya dank arena itu harus diperhitungkan secara sama.
Will Kymlicka menegaskan bahwa utilitarianisme memiliki dua daya tarik yang tidak bisa dibantah. Yaitu, etika utilitarianisme sangat sejalan dengan intuisi moral semua manusia bahwa kesejahteraan manusia merupakan hal yang paling pokok bagi etika dan moralitas, dan bahwa etika ini sejalan dengan intuisi moral kita bahwa semua kaidah moral dan tujuan tindakan moral manusia harus dipertimbangkan, dinilai, dan diuji berdasarkan akibatnya bagi kesejahteraan manusia.
Nilai positif tersebut telah membuat etika ini hingga sekarang tetap banyak digunakan. Bahkan dalam banyak kasus, etika ini jauh lebih operasional, terutama menyangkut tindakan dan kebijaksanaan public yang menyangkut kepentingan banyak orang.

  • Utilitarianisme sebagai Proses dan sebagai Standar Penilaian
Etika utilitarianisme  dapat dipakai dalam dua wujud yang berbeda.
  1. Dipakai sebagai proses untuk mengambil sebuah keputusan, kebijaksanaan, ataupun untuk bertindak. Wujud pertama ini, etika utilitarianisme  dipakai untuk perencanaan, untuk mengatur sasaran dan target yang hendak dicapai. Artinya, dari semua alternatif yang ada dipilih berdasarkan sejauh mana alternatif itu punya kemungkinan untuk mendatangkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
  2. Dipakai sebagai standar penilaian bagi tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan. Dalam hal ini, etika utilitarianisme sangat tepat untuk evaluasi kebijaksanaan atau proyek yang sudah dijalankan. Terlepas dari apapun pertimbangan yang dipakai dalam menjalankan kebijaksanaan atau proyek tertentu, criteria etika ini menjadi pegangan utama dalam evaluasi mengenai berhasil tidaknya, baik tidaknya, suatu kebijaksanaan atau program tertentu.
Dalam banyak hal, sesungguhnya kedua wujud tersebut digunakan secara bersamaan karena keduanya berkaitan erat satu sama lain. Saat membuat perencanaan, kriteria etika utilitarianisme sebagai tujuan dapat digunakan sekaligus sebagai standar penilaian bahi bakal kegiatan sebagai perealisasian rencana tersebut sebagai baik atau tidak.
Sebagai penilaian atas tindakan atau kebijaksanaan yang sudah terjadi, kriteria etika utilitarianisme dapat juga sekaligus berfungsi sebagai sasaran atau tujuan ketika kebijaksanaan atau program tertentu yang telah dijalankan itu akan direvisi. Pada tingkat ini, etika utilitarianisme sebagai standar penilaian berfungsi sekaligus sebagai sasaran akhir dari sebuah kebijaksanaan atau program yang ingin direvisi.

  • Analisis Keuntungan dan Kerugian Etika Utilitarianisme
Secara sadar atau tidak, etika utilitarianisme banyak digunakan dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan politik, ekonomi, sosial, dan semacamnya yang menyangkut kepentingan umum.
Dalam bidang ekonomi, etika ini punya relevansi yang kuat dan dapat ditemukan dalam beberapa teori ekonomi popular. Misalnya prinsip optimalitas dari Pareto, yang menilai baik buruknya suatu sistem ekonomi. Selain dari itu, relevan juga dalam konsep efisiensi ekonomu yang menekankan agar dengan menggunakan sumber daya (input) sekecil mungkin dapat dihasilkan produk (output) sebesar mungkin.
Dalam bidang bisnis, etika utilitarianisme juga mempunyai relevansi yang sangat kuat dalam analisis biaya dan keuntungan. Hanya saja, apa yang dikenal dalam etika utilitarianisme sebagai manfaat (utility), dalam bisnis lebih sering diterjemahkan secara lurus sebagai keuntungan. Maka, prinsip maksimalisasi manfaat ditransfer menjadi maksimalisasi keuntungan yang tidak lain diukur dalam kerangka finansial.
Atika utilitarianisme yang berkaitan erat dengan aspek moral, akan terlihat menguntungkan dalam jangka panjang, sedangkan dalam jangka pendek sering kali merugikan. 

  • Kelemahan Etika Utilitarianisme dan Jalan Keluarnya
Terlepas dari daya tariknya yang luar biasa, termasuk untuk bisnis, etika utilitarianisme ternyata memiliki kelemahan tertentu. Sebagian diantaranya lebih bersifat abstrak filosofi, tapi sebagian lain diantaranya sangat praktis.
  1. Manfaat merupakan sebuah konsep yang begitu luas sehingga dalam kenyataan praktis malah menimbulkan kesulitan yang tidak sedikir. Karena, manfaat bagi manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda.
  2. Etika utilitarianisme tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada dirinya sendiri, dan hanya memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya. Padahal, sangat mungkin terjadi suatu tindakan pada dasarnya tidak baik, tetapi mendatangkan keuntungan atau manfaat.
  3. Masih berkaitan dengan poin diatas, etika ini tidak pernah menganggap serius kemauan atau motivasi baik seseorang. Akibatnya, seseorang yang memiliki motivasi yang baik dalam melakukan tindakan tertentu tapi membawa kerugian yang besar bagi banyak orang, tindakannya tetap dinilai tidak baik dan tidak eris. Padahal, dalam banyak kasus, kita sering tidak dapat meramalkan dan menduga secara persis konsekuensi atau akibat dari suatu tindakan.
  4. Variabel yang dinilai tidak semuanya bisa dikuantifikasi. Ini membuat sulit sekali mengukur dan memperbandingkan keuntungan dan kerugian hanya berdasarkan variabel yang ada. Secara khusus sulit untuk menilai dan membandingkan variabel moral yang tidak bisa dikuantifikasi.
  5. Seandainya ketiga kriteria dari etika utilitarianisme saling bertentangan, ada kesulitan yang cukup besar untuk menentukan prioritas diantara ketiganya. Manfaat terbesar atau jumlah yang terbesar dari orang-orang yang menikmati manfaat itu walaupun manfaatnya lebih kecil?
  6. Kelemahan paling pokok dari etika utilitarianisme adalah bahwa utilitarianisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas (criteria ketiga). Dengan hanya mendasarkan diri pada manfaat keseluruhan, etika utilitarianisme membenarkan suatu tindakan, tanpa menghiraukan kenyataan bahwa tindakan yang sama ternyata merugikan segelintir orang tertentu.
Mengingat disatu pihak etika ini mempunyai keunggulan dan nilai positif yang sangat jelas, tetapi dipihak lain punya kelemahan-kelemahan tertentu yang sangat jelas juga, maka perlu dicari jalan keluat supaya etika ini masih bisa dipakai, terutama dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan umum.
Para filsuf menanggapi kritik atas kelemahan-kelemahan etika ini dengan membuat perbendaan antara utilitarianisme aturan dan utilitarianisme tindakan. Maksudnya, utilitarianisme utama dimaksudkan sebagai utilitarianisme aturan dan bukan sebagai utilitarianisme tindakan. Yang paling pokok adalah semangat yang dinyatakan dalam prinsip itu dan bukan tindakan particular satu demi satu. Yang diprioritaskan adalah utilitarianisme aturan, baru kemudian utilitarianisme tindakan.
Ini berarti, yang utama bukanlah apakah suatu tindakan mendatangkan manfaat terbesar bagi banyak orang, melainkan yang pertama-tama dinyatakan adalah apakah tindakan itu memang sesuai dengan aturan moral yang harus diikuti oleh semua orang. Baru pada tingkat kedua, manakah aturan moral yang tepat itu, disana kritertia diatas baru berlaku.
Tapi jalan keluar ini pun dalam kenyataannya tidak gampang. Karena bagaimanapun daya tarik etika utilitarianisme terletak pada bagaimana menilai tindakan particular tertentu dalam situasi konkretnya. Karena itu, mau tidak mau utilitarianisme tindakan jauh lebih menarik. Bahkan kalaupun prioritas diberika pada utilitarianisme aturan, pada akhirnya kita sampai juga pada utilitarianisme tindakan, yang berarti bahwa kesulitan yang diajukan diatas tidak bisa dielakkan dan karena itu belum terjawab sepenuhnya.
Namun, karena kenyataan bahwa kita tidak bisa memuaskan semua pihak secara sama dengan tingkat manfaat yang sama isi dan bobotnya, dalam situasi tertentu kita memang terpaksa harus memilih alternatif yang tidak sempurna itu. dalam hal ini, etika utilitarianisme telah member kita kriteria paling objektif dan rasional untuk memilih diantara berbagai alternative yang kita hadapi, walaupun mungkin bukan yang paling sempurna.



Sumber: google books, Pustaka Filsafat Etika Bisnis, Tuntunan dan Relevansinya oleh Dr. A. Sonny Keraf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar